Kajati Jatim Dr Mia Amiati : Memaknai Ibadah Qurban

    Kajati Jatim Dr Mia Amiati : Memaknai Ibadah Qurban

    SURABAYA - Idul Adha pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebutan Hari Raya Haji, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. 

    Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

    Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan Idul Qurban, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT. Demikian dikatakan oleh Kepala Kejaksaan Tiinggi Jawa Timur, Dr. Mia Amiati pada Senin (11/7/2022).

    Lebih lanjut Mia menuturkan, jika kita melihat sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, maka pikiran kita akan teringat kisah teladan Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya Nabi Ismail, Hal itu tentu membuat nabi Ibrahim as diselimuti rasa gundah gulana. 

    Namun, kecintaan dan ketaqwaan kepada Allah SWT menjadikannya tidak ragu melaksanakan perintah Allah. Kemudia Ibrahim as menyampaikan mimpinya kepada Ismail as, diaminkannya dan rela disembelih ayahnya sesuai perintah-Nya. Dan dengan kekuasaan Allah, atas ketaqwaan Nabi  Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah, digantikan dengan seekor domba yang harus disembelih oleh Nabi Ibrahim AS atas perintah Allah SWT

    Hikmah kurban Idul Adha sangatlah mendalam dengan makna  yang terkandung dibaliknya bagi kehidupan  umat muslim karena di dalamnya terdapat kisah yang begitu berarti dan patut kita jadikan sebagai pelajaran yang amat berharga untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang, " terangnya.

    Begitupula dengan hakikat para aparatur Penegak Hukum khususnya di lingkungan Kejaksaan yang melaksanakan tugas dan fungsinya selaku unsur aparatur negara yang harus mengedepankan nilai-nilai Luhur yang tertuang di dalam Doktrin Tri Krama Adhyaksa sehingga diharapkan seluruh insan Adhyaksa dalam memahami tugas dan wewenangnya dalam penegakan hukum dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat para pencari keadilan dengan berupaya mematangkan diri untuk memberikan kontribusi pengabdian yang terbaik.

    Doktrin Tri Krama Adhyaksa menjadi landasan jiwa insan adhyaksa sebagai abdi masyarakat yang harus dipedomani   dalam setiap langkah anggotanya, agar mampu memperkokoh pemahaman dan pengejawantahan amanah/tanggung jawab yang dipercayakan negara. 

    Doktrin Tri Karma Adhyaksa tersebut mengamanatkan 3 (tiga) hal pokok yaitu Satya Adhi Wicaksana, artinya: SATYA: Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia. 

    ADHI: Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab   baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga dan terhadap sesama manusia. WICAKSANA: Bijaksana dalam setiap tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam pengetrapan  kekuasaan dan kewenangannya.

    Dalam perspektif yang dikaitkan dengan makna semangat  berkurban dalam memperingati Hari Raya Idul Adha bagi insan Adhyaksa, ada empat pelajaran yang dapat diambil.

    Pertama, mendekatkan diri kepada Allah SWT karena pada hakikatnya kurban berasal dari kata qurb yang artinya dekat. Dengan kata lain, kurban merupakan sarana untuk mendekatan diri kepada Allah SWT. 

    Demi ketaatan dan kecintaannya kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim AS rela mengorbankan anaknya Nabi Ismail AS. Rasa cinta terhadap Allah mengalahkan rasa cintanya terhadap anak yang sangat disayanginya. Nabi Ismail AS dengan dengan penuh keikhlasan mau disembelih oleh Nabi Ibrahim AS karena didasari oleh keyakinan bahwa apa yang dilakukan ayahnya tersebut atas perintah Allah SWT. 

    Dalam peristiwa kurban tersebut, menjelang Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail AS, setan terus menggoda keduanya agar membatalkan rencana tersebut, tetapi karena telah dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan yang tinggi dan ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka godaan setan pun tidak mempan terhadap mereka berdua.

    Bagi insan Adhyaksa, kurban menjadi sarana penghambaan seorang manusia kepada Sang Pencipta. Semakin dekat kepada Allah, maka keimanan dan ketakwaannya pun akan meningkat.

    Diharapkan dengan semangat berkur an  tidak ada lagi  para Jaksa yang tergoda untuk keluar dari norma-norma Hukum Kepatutan yang menjadi rambu-rambu dalam pelaksanaan tugasnya. 

    Adapun harta yang dikurbankan dilandasi niat karena Allah, karena pada dasarnya semua harta yang dimiliki adalah titipan dari Allah SWT. Dan Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda bagi hamba-Nya yang berkurban. 

    Kedua, rela berkorban. 

    Orang yang berkurban adalah simbol orang yang rela berkorban untuk orang lain. Dia mengorbankan harta yang dimiliki dan dicintainya semata-mata karena Allah. Tidak sedikit orang yang mampu kurban tetapi hatinya belum tergerak untuk berkurban.

    Hal ini disebabkan karena rasa cintanya yang berlebihan kepada harta yang dimilikinya, padahal harta tersebut pada hakikatnya adalah titipan dari Allah SWT. Orang yang berkurban adalah cerminan dari seorang manusia yang mampu mengalahkan ego pribadinya untuk kepentingan orang lain.

    Orang yang berkurban adalah orang yang senang berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Baginya, hakikat kebahagiaan adalah adalah jika mampu membahagiakan orang lain. Hal Ini sejalan dengan apa yang tertuang di dalam Tri Krama Adhyaksa. 

    Ketiga, meningkatkan solidaritas sosial. 

    Kurban merupakan simbol solidaritas sosial, yaitu membantu sesama manusia. Daging kurban adalah berkah bagi orang yang tidak mampu. Bagi orang yang biasa makan daging, seonggok daging kurban mungkin tidak akan banyak berarti, tetapi bagi yang jarang makan daging, daging kurban merupakan menu yang istimewa, yang hanya dinikmati setahun sekali. Mereka sangat senang ketika bisa menikmatinya. 

    Oleh karena itu, demi mendapatkan daging kurban, banyak orang miskin yang rela antri berjam-jam, berdesak-desakkan, bahkan pingsan karena bagi mereka nilainya sangat berharga. Kurban merupakan bentuk empati terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain. Oleh karena itu, sifat tersebut perlu ditumbuhkembangkan bagi seluruh insan Adhyaksa dalam kehidupan masyarakat ditengah-tengah kondisi masyarakat yang semakin individualistis, hedonis, dan egois. 

    Keempat, menghilangkan sifat-sifat buruk manusia. 

    Kurban melatih manusia untuk menghilangkan sifat-sifat buruk seperti tamak, rakus, kikir, sombong, dan sebagainya. Melalui kurban, manusia mau membagikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang lain karena pada dasarnya harta yang dimilikinya adalah titipan Allah, bukan semata-mata hasil kerja kerasnya. Dan, sebenarnya harta yang dinikmatinya jauh lebih banyak daripada harta yang dibagikan kepada orang lain. 

    Harta yang dikurbankan akan mendapatkan keberkahan, dan Allah telah menjamin akan menggantinya dengan pahala yang berlipat ganda. Pahala daging, darah, dan bulu hewan yang dikurbankan akan terus mengalir bagi orang yang berkurban. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berkurban.

    Demikianlah semangat berkurban yang dimaknai untuk  menghilangkan sifat-sifat buruk manusia merupakan gambaran dari apa yang tertuang di dalam Doktrin Tri Krama Adhyaksa. Dengan semangat berkurban diharapkan akan dapat membangunan moralitas insan adhyaksa menjadi lebih baik,  secara konsisten dapat membentuk aparatur yang berintegritas tinggi, amanah, jujur, berani, mumpuni baik dalam penguasaan kemampuan Teknis yuridis maupun kemampuan manajerial, bertanggung jawab atas  kinerja yang dilakukan, menjalin kerjasama yang baik di antara sesama aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya, peduli terhadap segala sesuatu yang menjadi tugas pokok dan fungsinya dalam rangka membangun Kejaksaan ke depan yang lebberbagikebahagiaan disegani keberadaannya dan senantiasa melandasi prinsip kemanfaatan dan keadilan serta menjunjung tinggi harkat dan martabat hak asasi manusia.

    Naik unta pergi berhaji,  berbekal Iman dan ketakwaanIdul Adha saat berbagilambang ukhuwan dan persaudaraan.

    Selamat Hari Raya Idul Adha, " tutur Dr Mia Amiati, (Jon)

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Pangdam V/Brawijaya Gelar Sholat Idul Adha...

    Artikel Berikutnya

    Kajati Jatim Peroleh Lencana Emas dalam...

    Berita terkait