SURABAYA – Strategi pemeliharaan alat-alat mesin yang efektif dan efisien dibutuhkan oleh banyak perusahaan terutama yang bergerak di bidang manufaktur. Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengundang penasehat teknis senior dari PT SKF Industrial Indonesia, Budi Priyohutomo dalam kuliah untuk membahas salah satu strategi pemeliharaan, yakni strategi prediktif.
Strategi pemeliharaan umumnya dibagi menjadi dua, yaitu kelompok reaktif dan kelompok proaktif. Kelompok reaktif mewakili pemeliharaan strategi breakdown yang tidak melakukan usaha untuk memelihara dan membiarkan peralatan beroperasi hingga titik muncul. “Sehingga ketika peralatan rusak, akan menimbulkan konsekuensi yang sangat besar dari segi waktu, keselamatan, maupun biaya, ” jelas Budi, Rabu (23/3/2022).
Budi melanjutkan dengan data survei yang menunjukkan bahwa paling sedikit 33 persen dari biaya pemeliharaan sia-sia karena proses pemeliharaan yang tidak terjadwal dan berlebihan. Sebagai solusi dari konsekuensi strategi pemeliharaan reaktif yang berat, muncullah konsep pemeliharaan atau pencegahan.
Strategi pemeliharaan preventif pada dasarnya adalah pemeliharaan yang didasarkan pada waktu, kondisi, atau performa peralatan mesin. Misalnya, Budi mencontohkan, sepeda motor yang performanya akan turun setelah dua tahun pemakaian akan dilakukan perbaikan sebelum dua tahun. “Penggantian atau perbaikan beberapa bagian terlalu sering bisa berdampak pada bagian lainnya, ada juga bagian yang tidak seharusnya diganti diganti, ” ujarnya.
sedikit di atas bisa menjadi kendala besar selama proses pemeliharaan. Maka dari itu timbul strategi pemeliharaan prediktif yang melibatkan proses peramalan atau prognostik. Sifat strategi ini adalah memprediksi munculnya kebangkitan berdasarkan data histori. Berbeda dengan pemantauan kondisi yang hanya melihat kecenderungan data, pemeliharaan prediktif ini melibatkan perhitungan statistik juga.
Kurva PF dari berbagai strategi pemeliharaan peralatan mesin.
Dengan strategi pemeliharaan prediktif, perusahaan bisa memprediksi kapan suatu peralatan akan mengalami kerusakan. Departemen pemeliharaan juga dapat merencanakan waktu yang tepat untuk melakukan overhaul mesin. Hal inilah yang menjadikan jenis pemeliharaan prediktif unggul. Jika dilihat dari kurva PF yang mampu menggambarkan performa peralatan seiring dengan berjalannya waktu, pemeliharaan reaktif lebih tidak dibandingkan dengan prediksi karena sifatnya yang mendekati kegagalan fungsional.
Baca juga:
Bappenas Apresiasi SDGs Center UNAIR
|
Meskipun strategi pemeliharaan telah diterapkan dengan sempurna, strategi ini hanya akan memberikan kontribusi sekitar 80 persen pada kurva PF. Persentase kesuksesan itu dibarengi dengan peluang terjadinya pemeliharaan breakdown sebesar sepuluh persen karena kegagalan yang tidak terprediksi. Dan juga sepuluh persen lainnya mengandalkan kemampuan dari sumber daya manusia yang ada. “Kalau kemampuannya bagus, bisa memperpanjang umur peralatan yang kita gunakan, ” tuturnya.
Di industri 4.0, data dalam strategi pemeliharaan prediktif sudah terintegrasi dengan teknologi komputasi awan, kecerdasan buatan (AI), dan pembelajaran mesin sehingga proses pemantauan kondisi dan prognostik bisa terotomatisasi. Manfaatnya, semua pemegang kepentingan dapat melihat informasi dari peralatan serta mengambil keputusan dengan mudah dan cepat. “Jadi banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan, ” katanya. (*)
Reporter: Dian Nizzah Fortuna
Redaktur: Gita Rama Mahardhika